Waspadai Langkah Penjajah

‘Waspada, 700 Miliar Dolar Bisa Untuk Kuasai Dunia’

JAKARTA — Dana bailout AS sebesar 700 miliar dolar (lebih dari Rp 6.300 triliun) cukup untuk dapat menguasai keuangan dunia melalui aksi borong saham yang harganya sedang terjun bebas. Oleh karena Center for Banking Crisis (CBC) meminta agar langkah AS tersebut diwaspadai.

Presiden Direktur (Presdir) CBC, Achmad Deni Daruri, menyatakan proposal Menkeu AS Henry Paulson itu jika disetujui cukup untuk menggoyang pasar saham dan mata uang dunia. Tujuannya, kata dia, yakni untuk mendapatkan keuntungan jangka pendek dan menengah lewat jaringan perbankan Amerika Serikat yang sudah mendunia.

”Sehingga (pemerintahan) Amerika Serikat bisa mengendalikan kepentingannya sendiri. Tapi, pihak Partai Demokrat di sana justru menolak proposal itu, jika itu terjadi sama saja merestui penjajahan ekonomi dunia,” kata Daruri, dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (14/10).

Amerika Serikat, menurut Deni, sangat menyadari bahwa belum ada lembaga internasional dunia, termasuk yang dibentuk oleh Bretton Woods, yang menjadi polisi dunia dalam hal pasar keuangan dunia. Karena itu, krisis ekonomi di negara Paman Sam tersebut disinyalir kuat merupakan momentum bagi AS untuk kembali menguasai dunia.

Namun, aksi itu, menurut Daruri justru diketahui negara yang tergabung di G7, termasuk PM Italia Silvio Berlusconi. Mereka tampaknya membaca maksud buruk AS tersebut dalam menciptakan informasi asimetrik (Arkelof, Spence, dan Stiglitz 2001). ”Sehingga (Silvio) mengatakan kepada publik dunia, bahwa sebaiknya pasar saham dan keuangan dunia ditutup hingga ada kejelasan berupa langka-langkah konktretnya,” katanya.

Tidak hanya itu, PM Rusia Vladimir Putin juga menegaskan pada pekan ini Rusia akan memulai pembelian saham setelah melakukan suspensi saham secara konsisten. Pernyataan Berlusconi dan Putin itu, dijelaskan Daruri, sempat membuat harga saham di AS mengalami reversal pada Jumat pekan lalu dari kejatuhannya, walaupun akhirnya ditutup pada posisi negatif karena persoalan dalam signaling dan screening dianggap publik dapat dihindari.

Sementara China, lanjut Daruri, sengaja membuka perdagangan short selling dan margin trading agar investor asing yang memiliki saham tidak memiliki kemampuan dalam mengontrol kejatuhan pasar modal China mengingat investor China (lokal) yang tidak memiliki saham dapat membuat investor asing merugi karena salah perhitungan. “Sehingga membuka kemungkinan agar investor lokal mendapatkan keuntungan dari jatuhnya harga saham yang disengaja oleh Amerika Serikat itu,” tegasnya.

Di tengah kondisi eksternal tersebut, Deni menerangkan, konsistensi dan transparansi dalam kebijakan publik di Republik Indonesia ini justru terlihat semakin hilang. Pasalnya, JP Morgan yang merupakan tangan kanan pemerintah AS ternyata juga bermain.

Ia mensinyalir hingga saat ini langkah-langkah pemerintah untuk mengatasi krisis keuangan global masih sebatas awang-awang sebelum pemerintah berani menangkap oknum dari JP Morgan tersebut jika terbukti bersalah. Buktinya, pemerintah terkesan tak percaya dengan otoritas pasar modal yang disetir oleh kelompok kepentingan dengan membuat task force khusus.

“Artinya Bapepam hanya merupakan macan di atas kertas, sementara BPK tidak pernah dilibatkan. Siapa di Indonesia ini yang berani menangkap oknum JP Morgan sekalipun nantinya terbukti bersalah? Jelas kasus ini hanya sebagai bumbu penyedap berita publik karena mereka berkepentingan agar saham tidak terus turun,” tuturnya.

Deni menilai langkah-langkah pemerintah justru semakin membingungkan pasar, misalnya Menteri Keuangan mengadakan rapat di hari minggu setelah lebaran yang justru ditanggapi negatif oleh pasar karena kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dianggap oleh pasar tak menjawab permasalahan yang ada. Termasuk pertemuan antara presiden dengan dunia usaha yang tidak merepresentasikan kekuatan ekonomi Indonesia yang sesungguhnya dan tentu tak dihargai oleh pasar.

“Karena pertemuan itu tidak membahas Incentive-Intensity Principle (Prendergast 1999) di mana bonus dan gaji otoritas pasar modal, Anggota Bursa, bank dan emiten belum tersentuh untuk dipangkas habis-habisan seperti di Amerika Serikat dan Eropa,” tegasnya.

Akibatnya, kata Deni, IHSG terus meluncur turun dengan deras. Ia menduga pekan ini adalah pekan dimana akan terjadi panic selling lanjutan pasca penutupan bursa sebelumnya. Ironisnya, hingga kemarin belum ada penjelasan yang cukup kepada pasar tentang persoalan yang ada dan bagaimana cara otoritas pasar modal menanganinya.zak/ya

sumber : Republika Online – Selasa, 14 Oktober 2008

Leave a comment