Kembali ke Islam tanpa Paksaan

Republika Online – Jumat, 25 Maret 2011

Pulangnya Para Pengikut Ahmadiyah (Bagian 1)
Oleh Lilis Sri Handayani

Benar atau salahnya ajaran Ahmadiyah, tanyalah ke Herman (62 tahun), warga Blok Desa, Desa Karayunan, Kecamatan Cigasong, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Herman mengaku mengikuti ajaran Ahmadiyah sejak 1990 karena diajak bosnya saat dia masih bekerja di salah satu pabrik genteng besar di Majalengka.

Herman kemudian mengajak istrinya untuk masuk menjadi pengikut Ahmadiyah. Namun, dia tetap membiarkan anak-anaknya untuk tetap memeluk agama lama mereka, Islam. “Anak-anak saya bahkan belum tahu kalau bapak dan ibunya masuk Ahmadiyah,” kata Herman. Namun, ketika akhirnya mereka tahu pun, Herman mengaku anak-anaknya bersikap biasa saja.

Kini, Herman bersama 11 warga Majalengka lainnya, termasuk juga sang istri, kini telah keluar dari sekte yang divonis oleh Majelis Ulama Indonesia sebagai sesat itu karena mengakui Mirza Ghulam Ahmad, pendiri Ahmadiyah, sebagai nabi. Herman menegaskan, pertobatan yang dilakukannya itu didasari atas kesadarannya sendiri.

Dia mengakui kekeliruan ajaran Ahmadiyah dan ingin sepenuhnya memeluk ajaran Islam secara murni. “Saya ikhlas kembali ke Islam. Saya sadar, selama ini salah. Jadi, tanpa paksaan,” ujarnya.

Adapun 10 anggota jemaat Ahmadiyah yang bertobat adalah warga Desa Sadasari, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka. Mereka adalah Eman Aji Widodo (37), Tati Sri Mulyati (34), Endun Abdul Latif (33), Ian Iryanti (30),Carma Supriatna (45), Masturo (40), Sujana (36), Teti Mulyati (34), Tati Nurhayati (42), dan Rodiyah (62).

Kembalinya mereka ke Islam ditandai dengan pembacaan syahadat secara bersama-sama di Masjdi Al Abror Islamic Centre, Jalan Siti Armila, Kecamatan Majalengka, Selasa (15/3) pekan lalu. Pembacaan ikrar paling fundamental para mantan pengikut jemaat Ahmadiyah itu dibimbing oleh Kepala Kantor Agama Kabupaten Majalengka M Athoillah dan sejumlah pemuka agama.

Di Kabupaten Majalengka terdapat sekitar 230 pengikuti Ahmadiyah yang sebagian besar berada di Desa Sadasari. Yang mengejutkan, dari 11 jemaat Ahmadiyah yang kembali masuk Islam itu, tiga orang mengaku sebagai anak perempuan dari pimpinan Ahmadiyah Desa Sadasari, Moh Sahidi. Mereka adalah Tati Sri Mulyati, Teti Mulyati, dan Tati Nurhayati. Pengakuan itu diucapkan ketiganya sebelum mereka mengucapkan kalimat syahadat.

Wilayah Jawa Barat merupakan lahan paling subur bagi penyebaran ajaran Ahmadiyah, terutama yang bernaung di bawah Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Sementara organisasi Ahmadiyah lainnya adalah Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) yang berpusat di Yogyakarta.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat memperkirakan di wilayahnya ada 18 ribu pengikut Ahmadiyah yang sebagian besar terangkum dalam JAI. Setelah keluarnya Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12/2011 yang melarang penyebaran ajaran Ahmadiyah, beberapa kabupaten termasuk Majalengka mengikuti dengan mengeluarkan peraturan bupati. “Pemkab Majalengka melarang segala bentuk aktivitas keagamaan jemaat Ahmadiyah di Majalengka,” kata Bupati Majalengka Sutrisno.

Sosialisasi gencar dilakukan untuk mengembalikan ratusan warga Majalengka kembali ke Islam. Bupati juga gencar melaksanakan kegiatan gelar sajadah. Misalnya, bupati ikut shalat Jumat di Desa Sadasari yang menjadi basis utama jemaat Ahmadiyah Majalengka, Jumat (18/3).

Selain bupati, dalam kegiatan gelar sajadah juga hadir para pimpinan daerah Majalengka, yakni Kapolres Majalengka AKBP Sony Sanjaya, Komandan Kodim Majalengka Letkol (Inf) Asep Nugraha, Wakil Bupati Majalengka Karna Sobahi, Komandan Lapangan Udara Sukani Mayor (Paskhas) Sucipto, dan Sekda Majalengka Ade Rahmat.

Mereka berbaur bersama umat Islam yang akan bersama-sama menunaikan shalat Jumat bersama. Dalam kesempatan itu, bupati mengajak komunitas Ahmadiyah yang ada di Desa Sadasari untuk mengikuti shalat Jumat di Masjid Baiturrahman, Sadasari. Namun sayang, jemaat Ahmadiyah baru hadir setelah shalat Jumat selesai dilaksanakan.

ed: rahmad budi harto (-)

sumber : republika.co.id

Leave a comment